Premonition Semakin aku jauh melangkah, semakin pekat kegelapan menyelimuti. Padahal aku berusaha menuju tempat cahaya itu berada. Hanya setitik cahaya, tapi tampak begitu terangnya. Aku berjalan dan berjalan, rasanya lama sekali aku berjalan. Akhirnya aku sudah berada di ujung jalan. Tapi bukan titik cahaya itu yang kutemui. Hanya sebuah cermin, tampak kuni, tapi masih mampu menghasilkan bayangan yang dipantulkan dengan sempurna. Aku memutar kepala dan melihat ke belakang. Hmmm, rupanya aku menuju arah yang salah. Cermin ini hanya memantulkan cahaya di seberang sana. Jauuuh sekali di belakang. Aku terduduk lemas, kecapaian. Pip…pip…pip…pip…pip… Alarm ponselku berbunyi. Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela yang tak tertutup tirai. Aku memicingkan mata, silau. Dengan masih malas-malasan, kuraih ponsel di atas meja yang terletak persis di sebelah kanan tempat tidurku dan mematikan alarm-nya. Sudah jam 6 pagi. Ibu pasti sudah menyiapkan susu dan sarapanku. Sambil menguap, kujejakkan kakiku ke lantai, turun dari tempat tidur. Kuambil handuk dan masuk ke kamar mandi. "Rana, kamu tidur jam berapa tadi malam? Begadang ya? Hari ini kuliah pagi kok malamnya malah begadang," Ibu bertanya sambil mengambilkan sepiring nasi untukku. "Sudah Bu, nasinya sedikit saja. Rana agak males makan." "Pasti gara-gara kurang tidur ya?" "Bukan Bu, tadi malah Rana tidur seperti biasa kok, jam 10." … "Bu?" "Hmmm…kenapa?" "Ibu masih inget mimpi yang Rana ceritain kemarin? Tadi malam Rana mimpi lagi, sama seperti kemarin dan malam sebelumnya. Sudah tiga hari ini Bu, Rana mimpi seperti itu. Makanya tiap pagi Rana jadi merasa capek sekali. Walaupun mimpi tapi rasanya Rana bener-bener sudah jalan jauuuh sekali." "Ooo, mimpi itu ya. Mungkin ada sesuatu yang kamu pikirkan Rana, sampai terbawa mimpi gitu." Aku diam saja. Mungkin memang benar yang dikatakan ibu. Mungkin aku terlalu khawatir dengan ujian yang akan berlangsung minggu depan atau pulsa ponselku yang sudah semakin menipis, seperti halnya uang sakuku. *** Malam kembali datang. Mungkin malam ini aku mimpi seperti kemarin. Hhh, kalau ingat kegitu, badanku jadi lemas. Habis, setiap kali mimpi itu datang, paginya rasa capek dan lemas yang teramat sangat selalu mendera tubuhku. Rasanya seperti mimpi itu menggerogoti energiku. Tapi aku sangat mengantuk, malas berpikir lebih lama. Kupejamkan mataku dan tertidur. Cahaya itu lagi. Ha! Kali ini aku takkan tertipu oleh cermin itu. Aku berputar, melangkahkan kakiku ke arah yang berlawanan menuju sumber cahaya yang lain. Sepertinya jaraknya tak berkurang sedikit pun. Aku kembali berjalan dan berjalan. Entah berapa lama. Tapi seperti selamanya aku berjalan di jalan setapak yang gelap ini. Hah, tidak! Kenapa cermin ini lagi? Setengah dongkol aku memandangnya. Padahal tadi aku sudah begitu yakin kalau aku menuju arah yang benar. Tapi aku tertegun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Aku maju beberapa langkah, mencoba melihat lebih dekat. Cahaya dalam cermin itu bergerak membentuk suatu siluet sebuah beda. Tapi apa ya itu? Pandanganku semakin terfokus pada bayangan yang lambat laun semakin jelas. Tapi aku masih belum tahu apa sebenarnya itu… Pip…pip…pip…pip…pip… Apa?! Kok sudah bangun sih? Aku kan masih belum tahu benda apa itu. Dengan rasa gemas kumatikan alarm dan dengan segera pula kusadari kalau badanku lemas dan capek bukan main. "Ibu, aku berangkat dulu!" "Iya, hati-hati Rana. Kamu sakit? Mukamu pucat begitu?" "Nggak Bu. Rana nggak sakit kok. Cuma kecapaian." "Ya sudah. Hati-hati ya." Aduh, kenapa angkotnya nggak datang juga ya. Capek sekali, rasanya badanku sudah tidak bertenaga. Eh, kenapa jadi gelap begini ya. Lho, cahaya itu lagi. Aha! Kali ini aku pasti tahu benda apa itu. Aku berjalan mendekati cahaya itu. Kok rasanya ada yang teriak-teriak ya? Tapi cahaya itu sudah semakin dekat. Rasa penasaranku semakin besar. Aku berjalan terus ke arah cahaya itu. Sebentar lagi aku akan tahu, sedikit lagi… Wah, rupanya angkotku sudah datang. Suara-suara teriakan di sekitarku semakin jauh terdengar, begitu juga penglihatanku yang semakin buram. Tapi tak apa. Toh aku sudah melihatnya. Sekarang aku bisa pergi dengan tenang.? Oleh Dianty Sonia Puruhita Penulis adalah mahasiswa Univ. Airlangga